Menyambut pengesahan UU Pesantren, Pengurus Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI-PBNU) menggelar diskusi terbatas dengan badan-badan otonom dan lembaga-lembaga NU di lantai 5, Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu, 16 Oktober 2019.
RMI merasa perlu mengajak semua pihak di lingkungan NU untuk terlibat dalam mengawal kelanjutan UU Pesantren.
Menyusul pengesahan Undang-undang Pesantren dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 24 September 2019 lalu, banyak produk peraturan perundangan turunan yang harus dikawal.
"FGD ini bertujuan untuk menjelaskan substansi dan inti dari Undang-undang pesantren yang disahkan beberapa waktu yang lalu kepada kepada segenap pengurus lembaga dan banom Nahdlatul Ulama," kata Ketua RMI PBNU H. Abdul Ghofarrozin (Gus Rozin) disela diskusi.
Pertemuan ini menurutnya diadakan untuk meminta masukan-masukan dari banom dan lembaga NU terhadap produk aturan-aturan turunan dari UU Pesantren yang akan disusun.
Aturan turunan itu antara lain berupa peraturan presiden (Perpres) dan tujuh Peraturan Menteri Agama (PMA).
"Kedua untuk menerima masukan terhadap aturan yang nanti akan disusun sebagai turunan dari Undang-undang itu yang relevan dengan pembidangan masing-masing banom dan lembaga, sehingga banom dan lembaga mempunyai sumbangsih terhadap aturan pelaksanaan dari Undang-Undang Pesantren," terangnya.
Menurut Gus Rozin, masukan-masukan dari banom dan lembaga akan menjadi sumbangsih yang penting karena persoalan pesantren tidak hanya menjadi tanggung jawab lembaga RMI, tetapi juga oleh banom dan lembaga lainnya.
"Ke depan yang namanya pesantren itu, kita sudah tahu secara sosiologis NU itu adalah pesantren besar dan pesantren adalah NU kecil, secara sosiologis demikian kita sadar, maka harapannya adalah semuanya terlibat. Ini menjadi isu bersama," terangnya.
Diskusi terbatas ini dihadiri Ketua PBNU KH Aizzuddin Abdurrahman, Wasekjen PBNU M Imdadun Rahman, dan perwakilan dari banom dan lembaga PBNU. (ds)
AULA November 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar