Ahlussunah wal Jama'ah adalah faham keislaman yang dianut mayoritas muslim dunia, termasuk masyarakat Nusantara.
Dalam organisasi, mayoritas mengikuti Nahdlatul Ulama yang didirikan Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri, dan para alim lainnya.
Di dalam Nahdlatul Ulama, untuk berjama'ah dalam amaliyah, fikrah, harakah, dan ukhuwah.
NU tidak hanya mengurusi gerakan (harakah), tapi juga :
- Amaliyah Aswaja, seperti tahlilan, istighatsah, ziarah kubur, maulid, qunut, muamalah, munakahah, dll. Yang fardhu, sudah pasti, yang sunnah juga NU lakoni. Seperti shalat gerhana, shalat tasbih, dsb.
- Fikrah Aswaja, seperti pesantren, madrasah, pengajian, majlis ta'lim, dakwah media dan mimbar, kajian ilmiyah bahtsul matsail, dll. Termasuk dalam fikrah, adalah akidah aswaja.
- Ukhuwah Aswaja, yaitu insaniyah, wathaniyah, dan Islamiyah. NU mengurusi perdamaian masyarakat lokal dan dunia.
Muqabalah (pembanding) karakteristik ini dalam beberapa ormas lain. Walaupun ada beberapa ormas yang hanya menonjol dalam urusan harakah, atau politik.
Di NU, menemukan :
Amaliyah : 25%
Fikrah : 25%
Harakah : 25%
Ukhuwah : 25%
Jadi NU 100%
Ber-NU, sebagai jama'ah sekaligus jam'iyyah untuk diri dan keluarga.
Berjamaah, karena Nabi Muhammad Shallallahu 'alaih wasallam mewajibkan untuk bersama jama'ah :
عليكم بجماعة المسلمين وامامهم
Kenapa berjama'ahnya di NU ?
Karena nilai-nilai NU, sejalan dengan prinsip Islam rahmatan lil alamin.
NU yang berpegang teguh pada Al-Qur'an, Hadits, Ijma, dan Qiyas.
Tidak ghuluw (berlebihan/ekstrim), tetapi memiliki karakter :
1. Tawassuthiyyah (moderat),
2. Tasamuhiyah (toleran),
3. Tawaazuniyah (keseimbangan),
4. I'tidaliyah (idealis),
5. Istiqamah (konsisten),
6. Ishlahiyyah (reformatif),
7. Tathowwuriyah (dinamis),
8. Manhajiyah (pola pikir metodologis),
9. Amar ma'ruf nahi munkar
Tanpa jama'ah, ibarat debu di semesta yang luas.
Tanpa jam'iyyah (organisasi), ibarat sepotong rumput liar yang tidak terurus.
Ber-NU, memilih jalur NU, bersanad melalui guru-guru Aswaja. Ada sandaran, ada rujukan, dan ada pertanggung jawabannya.
NU yang lahir pada 31 Januari 1926, memiliki tanggung jawab besar untuk mengawal kehidupan beragama dan bernegara dalam bingkai NKRI.
Dalam Bahtsul Matsail Muktamar NU tahun 1936 di Banjarmasin, jauh sebelum Indonesia merdeka disebutkan bahwa Indonesia adalah negeri atau wilayah Islam, mengambil petunjuk negara yang dibangun oleh Rasulullah di Madinah, yang berdasar kesepakatan kaum muslimin dan penduduk non-muslim.
Dengan Piagam Madinah, tidak mengedepankan Islam semata tetapi persatuan dan kesatuan, sebagaimana Firman Allah
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam [Al-Anbiyâ’/21:107].
Semoga kita diakui murid KH. Hasyim Asy'ari, bersambung sanad juga kepada KH. Kholil Bangkalan, Syekh Nawawi Al-Bantani, para Imam Ahlussunnah wal Jama'ah, dan dikumpulkan bersama para ulama salafus shaleh yang mumpuni dalam duniawi dan ukhrawi.
Aamiin ya robbal alamiin..
الحق بلا نظام يغلبه الباطل بالنظام
Kebenaran tanpa struktur, akan dikalahkan oleh kebathilan yang terstruktur.
Ada Empat ciri utama prinsip NU. Bila empat ciri khas ini tidak ada dalam seorang warga NU, maka sesungguhnya ia telah menyimpang dari jalannya.
Pertama, at-tawassuth atau sikap tengah-tengah, tidak ekstrim kiri dan tidak ekstrim kanan. Meminjam istilahnya KH Makruf Amin: "Laysa Liberaliyan wa Lâ Konservatiyan".
Kedua, at-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrmasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
Ketiga, al-i'tidal atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-Maidah)
Keempat; tasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda.
Dalam tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa prinsip-prinsip ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut: (Lihat Khitthah Nahdliyah, hal 40-44)
1. Akidah.
- Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
- Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.
- Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah apalagi kafir.
2. Syari'ah
- Berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
- Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang jelas (sharih/qotht'i).
- Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang multi-interpretatif (zhanni).
3. Tashawwuf/ Akhlak
- Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
- Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
- Berpedoman kepada akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau berani (antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros).
4. Pergaulan antar golongan
- Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing.
- Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.
- Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai.
- Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.
5. Kehidupan bernegara
- NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa.
- Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
- Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.
- Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara yang baik.
6. Kebudayaan
- Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma dan hukum agama.
- Kebudayaan yang baik dan tidak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.
- Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan (al-muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah).
7. Dakwah
- Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
- Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
- Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan dg kondisi dan keadaan sasaran dakwah.
Semoga bermanfaat,
Berbagi untuk meng-NU-kan kultur, dan mengkulturkan NU.
#SatuAbadNU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar