Menjadi wali murid atau wali santri yang baik butuh kunci sukses tersendiri. Wali murid yang baik menjadi pintu utama lahirnya sosok murid/santri yang mudah menerima ilmu dari gurunya. Jangan sampai jadi wali murid yang malah menggangu atau menggagalkan proses belajar anaknya.
Di sini, kisah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani bisa menjadi pelajaran buat semuanya, khususnya yang sedang mempunyai anak sedang ngaji.
Saat itu, ada seorang yang busuk hatinya ingin menfitnah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Orang itu lalu mencari jalan untuk menfitnahnya. Maka ia membuat lubang di dinding rumah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dan mengintipnya.
Kebetulan, ketika ia mengintip Syekh Abdul Qadir, ia melihat Syekh Abdul Qadir sedang makan dengan muridnya. Syekh Abdul Qadir suka makan ayam dan setiap kali ia makan ayam dan makanan yang lain, ia akan makan separuh saja. Sisa makanan tersebut kemudian diberikan kepada muridnya.
Maka, orang tadi pergi kepada bapak murid Syekh Abdul Qadir tadi.
“Apa bapak punya anak yang ngaji kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani?”
“Ya, ada,” jawab bapak itu.
“Apa bapak tahu kalau anak bapak itu diperlakukan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani selayaknya seorang hamba dan kucing saja? Syekh Abdul Qadir itu memberi sisa makanannya pada anak bapak.”
Mendengar cerita itu, si bapak itu hatinya panas dan segera pergi ke rumah Syekh Abdul Qadir.
“Wahai tuan Syekh, saya mengantarkan anak saya kepada tuan Syekh bukan untuk jadi pembantu atau diperlakukan seperti kucing. Saya antarkan anak saya kepada tuan Syekh, supaya anak saya jadi orang alim.”
Mendengar perkataan si bapak ini, Syekh Abdul Qadir hanya menjawab secara ringkas saja.
“Kalau begitu, ambillah anakmu!”
Si bapak itu kemudian mengambil anaknya untuk diajak pulang. Ketika keluar dari rumah tuan Syekh menuju jalan pulang, bapak tadi bertanya pada anaknya beberapa hal mengenai ilmu hukum dan ilmu hikmah. Ternyata semua persoalan itu dijawab dengan sangat lengkap. Maka, si bapak itu akhirnya berubah fikiran untuk mengembalikan anaknya kepada tuan Syekh Abdul Qadir.
“Wahai tuan Syekh, terimalah anak saya untuk belajar kembali dengan tuan Syekh. Didiklah anak saya, tuan Syekh. Ternyata anak saya bukan seorang pembantu dan juga tidak diperlakukan seperti kucing. Saya melihat ilmu anak saya sangat luar biasa karena belajar denganmu.”
Mendengar pernyataan itu, maka Syekh Abdul Qadir kemudian menjawab.
“Bukan aku tidak mau menerimanya kembali. Tapi Allah sudah menutup pintu hatinya untuk menerima ilmu. Allah sudah menutup futuhnya (terbukanya) untuk mendapat ilmu. Ini disebabkan seorang ayah yang tidak beradab kepada guru.”
Inilah kisah sangat inspiratif kepada kita semua, khususnya para wali murid/santri. Kepada para guru/kyai, bukan saja santri yang wajib hormat, wali murid juga punya kewajiban yang sama. Santri dan wali santrinya itu sejatinya juga sama-sama murid dari sang guru. (Abu Umar/Bangkitmedia.com)
https://bangkitmedia.com/cara-menjadi-wali-murid-yang-baik-menurut-syekh-abdul-qadir-al-jailani/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar